Feb 27, 2007

Satu em buat pak bupati


Terpancing oleh tulisan Irma tentang Dagelan para birokrat, saya jadi ingat kejadian lima tahun lalu.
Waktu itu saya masih menyandang label sebagai pedagang GPS (Global Postioning System). Suatu ketika ada seseorang dari Kalimantan mengontak saya. "Tolong saya dibantu presentasi, Mas. Kebetulan ada prospek bagus disini. Pimpronya gampang diatur kok, biasalah orang pemerintahan" katanya.

Ya sudah. Berangkatlah saya.

Karena saya sekadar membantu presentasi, maka saya tidak peduli soal harga. Kebetulan partner yang satu ini juga baru saya kenal. Lirik punya lirik, saya ngeh juga kalau harga penawaran sudah di-mark up dengan mantap. Dari harga nett 2 milyar disulap jadi jadi 3 milyar! tapi ini sudah lumrah kok. Biasanya 40% dari uang proyek musti "dikembalikan" ke pemilik proyek. Tapi itu dulu lho... Sekarang nggak lagi kok... Maksudnya NGGAK CUMA 40% ! Dulu yang perlu diberi amplop cukuplah pejabat pemegang proyek. Sekarang? orang DPR dan orang partai hampir selalu minta jatah!

Balik ke cerita yang tadi.

Malam sebelum presentasi saya menginap di mess yang dimiliki kantor pemerintah tersebut. Jam sembilan malam pintu kamar diketok. Saya diajak keluar untuk ngobrol dengan utusan pak bupati.

Ngobrol sana-sini akhirnya berujung pada uang proyek. "Maaf, pak," kata utusan pak bupati dengan santun. "Kalau tidak salah nilai proyeknya sudah dibikin jadi tiga em ya?".
Partner saya mengangguk mantap. Tampaknya dia sudah paham bahasa tubuh utusan bupati itu.
"Hmm, begini, pak. Saya dipesan pak bupati. tolong diusahakan bagaimana caranya, pak. Ya istilahnya, nitiplah sedikit untuk pak bupati." kata sang utusan.
"Berapa?" tanya partner saya singkat.
"Cukup satulah, pak.."
"Maksudnya satu juta? atau sepuluh ?"
Sang utusan tampaknya agak kesal melihat reaksi partner saya yang sok bloon.
"Tentu saja satu em, pak." kata utusan pak bupati agak keras.
Gubraak... rasanya saya mau pingsan saja! Enak bener minta jatah satu em! Sejuta badai buat birokrat Indonesia!

(happy ending: proyek akhirnya gagal karena ada makelar lain yang memberi upeti lebih gila! Syukur padamu ya Tuhan...)