Jun 27, 2007

Pondok Untuk Pak Totok


Selamat pagi, Tuhan!
Semoga bagiMu tidak ada hari yang terlalu pagi untuk menyapaMu.
Entah kenapa hari ini aku terusik dengan sepenggal tanya yang dilontarkan sahabatku, "Why I’m So Special..."
Ah, apa benar aku cukup spesial...
Spesial di mata siapa? Bagi kedua buah hatiku? Bagi pasangan hidupku? Atau, cukup spesialkah aku dimataMu? Uups, sorry, Tuhan! Aku yakin bahwa engkau menciptakanku bukan dengan template. Aku memang kau ciptakan unik, tanpa padanan. Tapi, cukup spesialkah diriku? Setidaknya siapakah diriku hingga kau pakai untuk memimpin beberapa umatMu sebagai seorang ketua lingkungan?
Tak henti kulantunkan lagu ini sebagai luapan tanya tak berujung:
“hanya debulah aku.. di alas kakiMu, Tuhan...”


***

Tuhanku,
Apakah Engkau memakai diriku karena bekal kemampuan merangkai kata lewat tulisan yang kau lekatkan didiriku?
Ya, moga-moga Engkau masih ingat apa yang kulakukan dua bulan lalu untuk Pak Totok.
Awalnya, otakku terlalu tumpul untuk memilih acara paskah yang paling berkesan di tahun ini. Untung saja Engkau buka mataku! Engkau perlihatkan sosok Pak Totok pada saat yang tepat.


Nama lengkapnya adalah Agustinus Budiasto. Pada usia mendekati senja (64 tahun) dia tinggal di saung non-permanen. Saung tersebut hanya berupa material kayu-kayu bekas, tanpa pintu, tanpa tempat tidur yang cukup panjang untuk meluruskan punggung, tanpa dinding, dan pasti bocor bila hujan. Saung ini berdiri di sebelah areal yang dulunya diperuntukkan bagi pembuangan sampah sementara. Keberadaan dan kondisi saung ini sangat kontras dengan bangunan di sekitarnya yang rata-rata sudah berlantai dua.

Kehidupan ekonomi Pak Totok pun sama memprihatinkan seperti kondisi tempat tinggalnya. Oleh masyarakat sekitar, Pak Totok dipercaya menjadi petugas keamanan dengan honor sekitar tiga ratus ribu per bulan. Untunglah kehidupan religiositas Pak Totok mampu menjadi teladan bagi umat yang lain. Setiap minggu dia pasti menghadapMu di gereja jam enam pagi. Bila tak cukup uang untuk membayar angkot, dia pakai sepedanya, atau kalau tidak, ditempuhnya dengan jalan kaki walau perlu satu jam untuk sampai ke rumahMu. Sungguh teladan yang luar biasa.


Tak ada hal lain yang kupikirkan selain keinginan melakukan “bedah rumah” untuk Pak Totok!
Berbekal talenta ‘membual” lewat tulisan yang Kau berikan padaku, kubuat selebaran provokasi untuk umat di lingkunganku. Ini dia tulisan untuk mengompori mereka:

Kami menantang Anda untuk memberikan satu ide dalam rangka gerakan AKSI NYATA PASKAH! Kira-kira kegiatan apa yang paling dibutuhkan dan bermanfaat untuk sesama kita? Apakah mengunjungi panti asuhan dengan menyewa bis seharga 1 juta? Atau membagi berkarung-karung beras? Atau cukup dengan merebus telur dan mengundang anak-anak untuk mencarinya?
Ataukah justeru di sekitar rumah Anda ada umat Tuhan yang basah kedinginan saat hujan, perut koroncongan saat anda tak sanggup lagi menghabiskan makan malam ? Apa yang bisa Anda perbuat untuk orang-orang seperti mereka ?


Hahaha.. kadang aku merasa terlalu nakal dalam memprovokasi. Tapi biarin! Dan nyatanya segalanya menjadi begitu mudah untuk dilaksanakan.
“Saya mau menyumbang batu bata. Kebetulan masih ada beberapa ratus bata tidak terpakai di depan rumah saya,” kata Pak Aliang. Ah, begitu mengharukan. Kenapa? Ya karena Pak Aliang adalah buruh pabrik. Istrinya korban PHK sehingga setiap sore selepas kerja di pabrik, Pak Aliang masih harus nongkrong di pintu tol Bekasi timur untuk menjadi tukang ojek sampai larut malam.

Masih dengan modal talenta menulis, kubuat proposal ke gereja. Sejujurnya Tuhan, aku begitu pesimis, proposal ini apakah bakal dilirik. Sebab hanya kegiatan yang diperuntukkan bagi banyak orang yang biasanya mendapat dana. Sementara kegiatanku semata-mata untuk kepentingan satu orang. Pak Totok saja.
Tapi kuyakin, Engkau pasti turut bekerja. Proposal pun kususun. Untuk mengetes apakah proposal tersebut punya “daya magis”, kusuruh sahabatku, Pak Sius untuk membacanya. Siapa itu Pak Sius? Hehe.. dia orang Flores, lumayan galak, kalau ngomong tak pernah bisa pelan. Kalau lagi emosi hiii..
Aku bersyukur. Pak Sius matanya berkaca-kaca saat membaca proposalku... Heheehe, kena kau!
Tuhanku, segalanya benar-benar menjadi mudah. Banyak yang tergerak mengulurkan tangan. Dan singkat cerita, enam hari cukup untuk mewujudkan pondok untuk Pak Totok...



Tuhan, terima kasih atas bekal talenta dariMu. Semua ini menjadikanku unik dan semoga cukup spesial bagi sesama. Terima kasih atas pelibatan diriku dalam karya penciptaanMu yang terus berlangsung. Kini dan sepanjang masa.

“JanjiMu seperti fajar pagi hari...
yang tiada pernah terlambat bersinar...
CintaMu seperti sungai yang mengalir...
Dan kutahu betapa dalam kasihMu!”


original post by anang, yb