May 1, 2007

Aku dan Anakku di Luar Nikah


Minggu lalu, aku dan nyonya berulang tahun bersamaan. Ulang tahun pernikahan tentunya. Wuih, tak terasa hidup bersama telah dilalui sejak tahun 1998.

Lumayan lama. Namun jujur saja rasanya kami masih serasa pengantin baru. Eit, maksud aku bukannya kami masih sangat super romantis, atau main peluk di sembarang tempat dan waktu. Serasa pengantin baru itu artinya kami masih hobi bertengkar, saling ngambeg, atau saling adu argumen sampai urat di leher nongol hanya untuk memutuskan apakah AC mau dibersihkan hari ini atau besok. Hahaha…

Hari ini pikiranku melayang ke sekian tahun lalu saat musti menjalani ujian kanonik, semacam uji fit and proper test yang dilakukan pastor terhadap setiap calon pasangan pengantin katholik. Pastor punya hak veto untuk membatalkan rencana pernikahan bila menurut penilaiannya, pasangan calon pengantin punya masalah, baik secara keimanan maupun hubungan sosial.

Untungnya, pastor penguji sudah kukenal baik. Dia pun mengenalku cukup mendalam termasuk koleksi dosa-dosaku selagi masih lajang.

Singkat cerita, bertemulah aku, calon isteriku dan pastor Kirun (begitulah umat biasa memanggil dia) di salah satu gereja di Solo. Di sanalah ujian kanonik bakal digelar.

“Aku musti nanya opo, Nang?” tanya Pastor Kirun sesaat setelah aku duduk di salah satu ruang di pastoran. Aku nyengir walau nyengirku masih kalah lebar dibandingkan nyengirnya pastor Kirun. Lha apa lagi yang mau ditanya? Hampir semua rahasiaku sudah dikantonginya. Diam-diam aku malah tertawa geli, ingat saat masih suka jalan bareng dengan Pastor Kirun yang kala itu masih jadi frater alias calon pastor. Saat-saat dimana kepala kami pening karena kekurangan dana untuk bikin acara anak-anak di gereja. Saking peningnya, kami sempat mengendap-endap ke warung yang jual SDSB, mau nyoba keberuntungan. Siapa tahu tembus. Hahaha…

“Yo wis lah.” Kata Pastor Kirun dengan gerakan badan mengusir aku dari ruangan. “Panggil bojomu masuk.”

Aku ganti keluar. Calonku pun masuk. Karena ujian kanonik selalu berlangsung empat mata, akupun duduk jauh di luar. Kebetulan memang tidak ada kursi di sekitar ruangan itu.

Apa yang ditanyakan Pastor Kirun kepada calon isteriku? Ini dia penuturan calon isteriku sambil dia mengelap keringat sebesar jagung yang meleleh di pipinya yang memerah padam:

“Halo..” sapa Pastor Kirun sambil menyalami calon isteriku.
“Ya, Romo. Halo juga.” Sahut calon isteriku.
Pastor Kirun berbasa-basi sebentar sebelum akhirnya memasang wajah serius.
“Dulu.., calon suamimu dan aku cukup akrab. Bahkan Anang sering tidur di pastoran. Kamu cukup mengenal dia?”
“Yah lumayan, Romo. Kami pacaran sekitar enam tahun.”
Pastor Kirun manggut-manggut. Cukup lama dia tidak berkata apa pun. Calon isteri saya tahu, kalau pastor di depannya memandam sesuatu.
“Kenapa, Romo?”
Pastor Kirun memandang calon isteri saya lekat-lekat.
“Kamu cukup mengenal teman-teman calon suamimu? Termasuk cewek-cewek yang dulu dekat dengan dia?” tanya Pastor Kirun hati-hati.
Calon isteriku tersenyum kecil. “Iya, Romo. Saya juga tahu kalau dia sudah ngentek-entekke (jawa= menghabis-habiskan) cewek mbuantul…”
Rupanya Pastor Kirun tidak tertarik dengan seloroh itu. Mimiknya makin serius.
“Anang juga cerita tentang si Bella Saphira (* nama samaran, tentu saja) ?”
“Yang anak fakultas Sastra, ya Romo? Kalau yang itu saya tau. Dia cewek sebelum saya…”
Pastor Kirun mengangguk.
“Kamu juga tahu kalau Bella Saphira sekarang punya anak?”
Calon isteriku mengangguk pelan. Kepalanya dimiringkan menanti kata-kata pastor berikutnya. Ada apa, sih romo? Teriaknya dalam hati!
“Setiap orang punya masa lalu, termasuk calon suamimu. Dan seringkali masa lalu itu bisa mengganggu janji pernikahan yang satu dan tak terceraikan…, jadi…”
“Jadi maksud Romo, anak itu adalah anak…”
“Gereja katholik memang keras soal larangan perceraian karena itu pikirkan lagi rencana kamu untuk…”
“Mo, bener ya anak itu …” Calon isteriku makin memucat wajahnya…
Pastor Kirun melempar senyuman. “Satu.. kosong…. Hahaha….” Pastor Kirun tergelak. Tubuhnya yang tambun terguncang-guncang.
Dasar Kirun! Sejuta topan badai buat kamu! Calon isteriku masih terlihat sangat senewen walau kini tersenyum lebar…
Lha piye tho…, jare sudah kenal lama, sudah mantap. Lha kok baru segitu sudah mewek.. (mau menangis)….”
Calon isteriku tersipu. “Lha Romo juga tega buanget ngerjain aku… Eh, tapi anak itu siapa sebenarnya bapaknya…?”
Lha embuuuh…!” sahut Pastor Kirun seenaknya.
Dasar!

(jujur saja, kisah ini sudah saya hiperbolakan. Selain agar anda betah membaca hingga titik terakhir, juga supaya citra diri saya tidak anjlok terlalu dalem… hahaha….)






original post by anang, yb