Masih dalam rangkaian balik Jogja, Minggu (28/1/07) saya sempatkan mampir dan ikut misa di Gereja St. Jakobus, Klodran Bantul. Kebetulan hampir seluruh masa kecil-remaja saya ditempa disitu. Tentu saja termasuk mencari pacar...;)
Bangunan Gereja tampak masih belum tersentuh semen sejak dikoyak gempa. Tidak ada tanda-tanda untuk segera menancapkan beton, ataupun mendatangkan puluhan truk pasir dan batu kali.
Tapi jangan kaget, ada bangunan gereja darurat yang malah jauh lebih artistik!
Materialnya hampir seluruhnya dari bambu. Bukan berbentuk bedeng, bukan pula joglo yang sok kejawa-jawaan.
Dari jauh, bangunan ini mirip kemah Hiawata, tokoh komik anak indian. Berbentuk kerucut menjulang ke atas. Semuanya ditopang dengan bambu. Anda pernah melihat gereja Poh Sarang di Kediri ? yah, mirip-mirip lah bentuknya. Bedanya, kalau yang di Kediri ditopang dengan kawat-kawat baja, yang ini bener-bener lain. Seratus persen bambu.
Bahkan penutupnya pun dari ruas-ruas bambu yang sudah dibuang ruasnya, kemudian "digepuk" -> dipukul-pukul dengan hati-hati hingga membentuk lembaran selebar kertas A4. Entah ada berapa ribu ruas bambu untuk menciptakan genteng unik ini.
Gereja artistik ini bisa memuat sekitar 50 bangku panjang atau setara 300 umat.
Sayang sekali, saya lupa membawa kamera, hugh !
Oh ya, saya sempat kaget saat diumumkan ada coffe morning seusai misa...
Oalah.., ternyata beberapa ibu-ibu yang sudah berumur sudah menyiapkan beberapa termos kopi dan teh plus bakwan dan lemper di depan gereja !
Sruput..! Nasgitel ... Hangat. Sehangat sapaan, " monggo mas, dipun kedapi lemper ipun..."
NB: tampaknya, gereja katholik memilih untuk menjadi "yang paling akhir" dalam memperbaiki bangunan yang rusak. Benar juga, rasanya terlalu naif bila bangunan tempat ibadat sudah berdiri mentereng dengan cat mengkilat sementara masyarakat sekeliling masih berhimpit di tenda-tenda yang mengoyak.
Donasi untuk partisipasi menegakkan kembali dinding gereja St. Yakobus Bantul klik di sini.