27 Januari 2007 saya nengok Jogja. Bukan niat yang disengaja kalau pada tanggal yang sama delapan bulan lalu (27/05/06) rumah saya roboh karena gempa.
Kini rumah saya sudah tegak dan malah lebih tegak dari sebelumnya. Tiap sudut tembok telah disuntik dengan rangkaian besi 12 mm. Walau masih telanjang, belum diplester (sebab sebatas itulah bantuan dari pemerintah) tapi hati sudah lega. Ibu saya sudah berani menginjakkan kaki di Bantul setelah delapan bulan mengungsi.
Full-bata seperti rumah baru kami, tidak berlalu untuk beberapa saudara/tetangga lain. Entah karena dana terbatas atau buru-buru ingin memperbaiki rumah tanpa menunggu terpenuhinya janji Manis Bung JK, banyak warga Jogja membangun rumah dengan model "kutangan". Apa itu kutangan ? Kutang ya kutang, penutup dada yang biasa dipakai simbah-simbah.
Rumah kutangan ibarat wanita (tua) Jawa tempo doeloe. Bawah rapat terbalut kain, atas terbuka dan hanya bertutup kutang.
Rumah kutangan memiliki konstruksi bagian bawah (sekitar satu meter) rapat tertutup bata. Sedangkan atasnya -demi mengirit biaya- ditutupi dengan gedeg, anyaman bambu.
Jadinya malah artistik walau bukan karena alasan itu model ini dipilih.
Kapan mampir ke Jogja ?